Kamis, 18 Juni 2020

Masa Kecil Di Balik Penderitaan



Tak ada yang abadi ...
Tak ada yang abadi ...
Tak ada yang abadi ...

Begitulah lirik yang pernah ku dengar dari sebuah lagu yang berjudul "Tak ada yang abadi". Kehidupan ini tak ada yang selalu abadi. Terkadang kita di atas, bahkan kita pasti mengalami di bawah. Mungkin inilah yang disebut sebagai roda kehidupan. Kisah ini menceritakan kesedihan yang dialami oleh banyak orang termasuk aku.

Masa kecilku memang tak seindah masa kecil banyak orang yang selalu memiliki banyak teman dan selalu bersuka cita. Namun tidak semua orang mengalami masa kecil yang menyenangkan. Masa kecil yang suram bisa membuat masa dewasa seseorang menjadi lebih suram. Tekanan mental hari demi hari yang dilewati membuat aku mengerti betapa kerasnya hidup ini. Kita hidup ada di zaman penuh kebencian dan kerusakan.

Aku lahir dari kalangan orang yang tidak mampu. Jangankan untuk membeli buku materi sekolah, untuk jajan sekolah pun aku terkadang harus kelaparan di sekolah. Terkadang ada beberapa dari temanku membagi makanan kepadaku yang sedang termenung melihat teman-teman yang lain membeli makanan ringan.

Aku teringat sebuah kisah dimana ketika aku duduk di bangku sekolah dasar, aku mengalami perundungan yang masih tidak bisa ku lupakan hingga saat ini. Aku adalah seorang anak baru yang pindah dari SD tempat lamaku. Setelah aku pindah ke sekolah baru, aku berfikir mungkin akan lebih menyenangkan jika aku juga memiliki teman lain. Namun kenyataan tak semanis apa yang terbayangkan.

Dua minggu setelah aku masuk ke sekolah baruku, semua siswa di kelas diberikan Pekerjaan Rumah. Namun, aku sengaja tidak mengerjakannya karena malas. Ketika PR tersebut dikumpulkan, ternyata sang guru mengetahui bahwa aku tidak mengerjakan PR sehingga aku di hukum berdiri di depan papan tulis, bahkan ketika guru menerangkan aku harus duduk di papan tulis dengan hukuman menulis "aku berjanji akan selalu mengerjakan pekerjaan rumah". Dalam hukuman itu aku harus menulis satu buku catatan yang berisi 15 lembar. Aku tidak sendiri, ternyata ada 3 orang temanku yang lain yang juga dihukum. Dengan tekun aku selalu menulis dengan kalimat yang sama di tiap lembarnya. Di satu masa, aku tidak sengaja bercanda dengan candaan yang membuat ketua kelasku merasa terhina dan sangat marah hingga tanganku ditendang. Sakit sekali rasanya hingga aku menangis di depan kelas. Diantara semua yang ada di kelas itu, tidak satupun membelaku. Aku merasa asing bahkan merasa selalu sendiri.

Suatu hari aku berhasil menyelesaikan masa hukuman dari guruku dan duduk di tempat paling belakang. Semua siswa di kelas diminta untuk mengerjakan soal matematika. Alhasil aku mendapatkan nilai tertinggi di antara semua siswa. Keberhasilanku mengerjakan soal matematika pun mengundang rasa iri dari ketua kelasku. Ketika sang guru keluar dari kelas, ketua kelas menghampiri meja belajarku dan berkata sambil menyentak :

"Lu anak baru aja sok pinter, coba lu selesain nih soal dari gw, bisa gak ?", sentak sang ketua kelas.

Aku hanya bisa terdiam karena statusku adalah siswa baru di sekolah. Semua siswa tersorot ke arah aku dan ketua kelasku.

"Kalo ngga bisa, jangan sok belaga pinter di depan bu guru. Anak baru aja sombong amat sih lu.", lanjut dia.

Padahal aku tidak melakukan hal apapun yang membuat dia marah kecuali rasa iri dalam hatinya yang membuatnya marah kepadaku.
Singkat cerita setelah ulangan umum dan diumumkan urutan prestasi (ranking), aku mendapatkan urutan 7 terdepan. Sejak saat itu, semua siswa di kelas mulau mensegani keberadaanku dan mencapku sebagai salah satu siswa yang punya kepintaran baik.

Dalam kisah lain, aku juga pernah mengalami perundungan yang sangat menyakitkan. Saat itu aku sedang menggambar di kelasku, namun tiba-tiba temanku dengan sengaja mengambil gambarku sehingga gambar yang sudah aku buat susah payah hingga aku tak sengaja melayangkan pukulan ke arahnya dan terjadi baku hantam antara aku dan temanku.

Temanku tidak meminta maaf, melainkan dia menghasut teman yang lain untuk menjauhiku. Aku hanya bisa termenung sendirian ketika aku dikucilkan dan dianggap tidak ada. Namun tidak semua yang dia hasut mengucilkanku. Ternyata Alloh Maha Adil dengan segala kuasa-Nya. Alloh memberiku teman sederhana yang selalu bisa diajak ceria dan berbagi cerita. Zakaria, Liandi, dan Hendrio, itulah nama teman yang selalu bermain bersamaku baik suka maupun duka. Mereka tidak memiliki harta banyak dari orang tuanya. Sama sepertiku, yang dilahirkan dari orang yang tidak mampu.

Waktu bergulir tanpa terasa, semester demi semester, urutan prestasiku semakin naik. Hal ini tentu membuat namaku semakin banyak dikenal teman-temanku. Hari demi hari teman-temanku pun bertambah hingga aku bisa memiliki banyak teman. Mulai dari urutan 8, naik ke 7, 6, 5, hingga akhirnya ketika lulus aku mendapatkan urutan ke-4 dari semua siswa kelas 6 di sekolah. Aku merasa bangga bisa mendapatkan urutan ke-4 di sekolah SD terakhir.

Sabtu, 13 Juni 2020

Hantu Gedung Baru Sekolah



Sebut saja sekolah tempat aku mengemban ilmu dahulu adalah salah satu sekolah di Bekasi. Suatu hari aku diundang ke sekolahku untuk menghadiri acara LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) OSIS. Aku pun menerima undangan tersebut 3 hari sebelum acara. 3 hari kemudia aku pun datang ke acara LPJ di sekolahku. Ketika awal acara memang terlihat biasa saja seolah semuanya aman dan terkendali. Namun dipertengahan acara, acara tersebut terlihat mencekam karena acaranya diadakan di dalam kelas, gedung baru.

Di pertengahan acara, suasana semakin riuh dengan saling memaki antara demisioner dengan anggota OSIS. Kemudian salah satu anggota OSIS pun ada yang merasa kepalanya sangat berat dan siswa tersebut kesurupan. Kemudian disusul dengan siswa lain banyak yg kesurupan. Keadaan menjadi sangat kacau. Para anggota demisioner pun bingung apa yang harus mereka perbuat. Satu per satu orang-orang yang kesurupan banyak yang keluar ruangan. Semua orang yang ada dalam acara tersebut pun bingung. Dengan secara tiba-tiba aku melihat banyak sekali hantu k*nt*l*n*k ada dalam ruangan acara.

Tanpa aku berteriak aku langsung berlari keluar ketakutan dan peegi menuju musholla. Di musholla tersebut aku merasa aman dari gangguan makhluk halus. Aku hanya bisa berdo'a agar semua teman-teman yang kesurupan segera sadar dan acaranya segera selesai.

Konon gedung baru tersebut tadinya adalah kebun kosong yang sudah puluhan tahun tak dihuni. Menurut sesepuh sekitar, di tanah kebun yang sekarang menjadi gedung baru sekolah tempatku dulu adalah tanah yang dihuni banyak sekali bangsa makhluk halus mulai dari g*nd*r*wo, p*c*, k*nt*, dan lain -lain. Maka tak heran hampir setiap hari selalu ada yang menjadi korban kesurupan.

Semenjak itu aku tidak pernah datang lagi ke tempat sekolahku dulu.

Rabu, 10 Juni 2020

Maafkan Kakak, Adikku Sayang !




Kehadiran rintik hujan menjadi renungan disela waktu ketika ramadhan berkumpul bersama keluarga. Tapi tidak denganku. Aku harus menyusuri jalan sejauh kaki berjalan sembari membawa dagangan asonganku. Demi adikku, aku tidak pernah lelah.

"Horeee kakak pulang!", teriak adikku bahagia ketika melihatku sampai di rumah.

Dengan pekerjaanku sebagai pedagang asongan, aku tidak memiliki apapun untuk bisa dimakan dari hasil daganganku sendiri kecuali tumpahan beras yg ku temukan setiap kali aku ke pasar dan mengumpulkannya.

"Adek, kakak cuma punya beras aja, kakak ga bisa beli lauk pauk enak", ujarku sambil menundukkan kepala.

"Ngga apa-apa kakak, makan pake garam aja adek bersyukur koq", jawab adikku yang masih kecil dengan suara lembut.

Akupun memutuskan untuk berdagang hingga larut malam setiap hari demi adikku bisa makan lauk pauk agar gizinya terpenuhi. Hingga akhirnya aku tertabrak sebuah mobil yg menyebabkan semua daganganku tumpah. Namun mobil itu pergi tanpa rasa bersalah ataupun menolong. Rasa sakit akibat tabrakan tersebut membuatku sulit untuk bergerak untuk pulang namun aku tetap memaksakan. Ketika aku sampai di rumah, akupun akhirnya tumbang.

"Kakak kenapa ?", heran adikku sambil menangis.

Tak sempat aku mengucapkan sepatah katapun aku kehilangan kesadaran dan pingsan. Pagi harinya, akupun terbangun dan masih merasakan sakit yg begitu luar biasa pada dadaku akibat tabrakan semalam. Aku khawatir dengan penyakitku ini adikku akan jadi gelandangan sepertiku. Akupun memiliki firasat bahwa kehidupanku mungkin tidak lama lagi. Jadi aku berfikir untuk mengantarkan adikku ke panti asuhan dan berkemas pakaian.

"Kakak, kita mau kemana ?", tanya sang adik.

"Nanti adek tau koq. Adek ga perlu khawatir", jawabku dengan senyum palsu

Setibanya di panti asuhan, aku mendaftarkan adikku di panti Asuhan itu. Lalu adikku bertanya,
" Apa kakak mau pergi ninggalin adek ?"

"Adek dengerin kakak, adek harus sekolah, berpendidikan layak supaya sukses dewasa nanti, kakak pasti akan kesini lagi koq", jawabku.

Dengan tangis aku dan adikku harus berpisah, dan melakukan ini untuk kebaikan adikku. Meskipun adikku menangis dan tidak mau ditinggal tapi aku tetap harus melalukannya. Setibanya di rumah, aku coba memaksakan diri untuk pergi memulung karena semua daganganku rusak.

Tepat malam 1 Syawal, aku merasa lelah berjalan amat jauh sambil menahan sakit di dadaku yg masih terasa akibat tabrakan dengan mobil. Akupun pergi menyusuri trotoar jalan. Banyak sekali orang berbahagia dengan idul fitri. Aku melihat banyak orang berkumpul bersama keluarga, dan bersuka cita.

"Ayah, ibu, maafin aku, aku mungkin akan nyusul ayah dan ibu. Aku ingin bisa seperti mereka yg bersuka cita. Tapi apalah dayaku ?", di sela-sela lamunanku ketika duduk di samping trotoar jalan.

Hingga aku tertidur dengan nafas terengal-engal, aku sudah tidak kuat. Dengan kalimat terakhir,
"Laa ilaaha illalloh, muhammadur rosuululloh"

Ketika pagi hari, orang-orang ramai mendatangi masjid untuk melaksanakan ibadah sholat 'ied. Ada seseorang bapak-bapak yg menemukan jasad anak jalanan tersebut. Kematian anak tersebut menjadi sorotan orang-orang yang berjalan melewati. Dengan derai air mata kerumunan orang yg melihat jasad anak ini beramai-ramai patungan untuk memakamkan anak ini dengan layak.

Inilah kisah seorang anak jalanan tanpa kedua orang tua. Ia meninggal tepat malam 1 Syawal dimana seharusnya ia bahagia, tetapi ia wafat di tempat yang tidak layak yaitu disamping trotoar jalan. Meninggalkan seorang adik yang masih kecil dan belum mengerti kehidupan.

Terkadang kerasnya kehidupan membuat kita berfikir bahwa hidup itu mahal. Hingga membuat kita lupa untuk saling berbagi dengan orang yang tidak mampu. Zaman dimana mahalnya kebaikan, membuat kita lupa dengan nasib orang-orang seperti mereka.

By : Andy
Cerita Fakta Inspiratif